Ketika Mimpi Setinggi Asa


Saya sering melihat seorang perempuan yang bekerja menjual mainan di depan sekolah Asma. Namanya Suryawati, perempuan berumur 18 tahun ini sering saya lihat menuliskan sesuatu di kertas-kertas kecil. Entah itu apa.
Suatu hari saya tertarik dengan apa yang dituliskannya. Dengan rasa penasaran, saya pun mengintip dari balik pagar besi, tempatnya biasa menggelar dagangan. Dengan mata merem-melek karena tidak memakai kacamata, saya membaca kertas yang tengah dia tulisi.
1 kalimat yang saya baca membuat  dahi saya mengernyit. Tak percaya dengan apa yang saya lihat. Seorang penjual mainan anak-anak yang sering keliling di sekolah-sekolah ternyata mempunyai imajinasi tinggi. Seperti melihat mutiara di dalam tumpukan pasir, dia adalah mutiara yang kelak menjadi penulis besar. Semoga.
Saya pun mengajaknya ke rumah untuk melihat-lihat buku yang yang tengah saya koleksi. Dia saya beri beberapa buku terbitan AE Publishing agar dipelajari. Sepertinya dia sangat senang ada yang mengapresiasi hobinya, dia pun meminta saya untuk membaca puisi dan melihat tulisan-tulisannya yang lain.
Saya jadi teringat ketika seumurannya, tidak ada yang membantu, tidak ada teman yang mendukung untuk terus menulis. Semoga ini adalah awal yang baik untuk kehidupannya, seorang anak yang ditinggal oleh ayah-ibunya dan harus menjalani kehidupan dengan Budhenya. Dia pun ingin sekali menuliskan tentang perjalanan hidpnya.
Well, tak ada sesuatu yang sia-sia. Semoga ada anak-anak hobi menulis lain yang bisa saya temukan di Kota Kepanjen. Semoga saya pun bisa membantu mereka dengan menularkan ilmu dan menjadikan mereka mempunyai nilai plus di mata masyarakat. Semoga. ^^

Percayalah, Cepat Tangkap Ide di Sekitar Kita

Oleh : Aulia Manaf
   
Ide memang sering berseliweran di sekitar kita. Namun kadang tak jua muncul. Sampai kita capek menantinya. Tapi sejauh pengalaman saya menemukan ide, tidak hanya di lingkungan kita saja, keluarga, anak-anak, tetangga, tapi juga bisa kita dapatkan di koran dan majalah yang agak lama. Tentu juga ide kita dapatkan instan saat surfing di internet.  Tinggal kita jeli untuk menangkapnya dan segera mengeksekusi.
Di sini saya hanya sharing, pengalaman menemukan ide menarik untuk membuat cerpen. Pertama kali saya membuat cerpen dan pertama kali juga dimuat. Tentu menjadi pengalaman yang tidak terlupa. 
Saat itu si kecil saya masih masuk playgrup. Siang itu sepulang dari sekolah (saya dan suami masih menjadi kontraktor, alias masih ngontrak di Prigen ), dia bermain di ruang tamu sendiri. Tiba -tiba terdengar musik dangdut mendekat dan bisa di tebak ada badut ngamen di depan rumah. Si kecil langsung lari masuk kamar dan teriak, "Bunda! Ada badut!"
"Kenapa lari, sayang? Gak apa-apa, kok".
Saya langsung menghampiri badut itu dan memberikan uang dua ribuan. Saya jadi penasaran, kenapa anak-anak kecil banyak yang lari? Jawaban anak saya bisa di tebak. Katanya takut, badutnya serem. Tidak seperti di pesta-pesta ulang tahun. Aha ! Ini bisa menjadi ide yang menarik, batin saya waktu itu. 
Sorenya, saya langsung membuat ide pokok, konflik (ironisnya seorang badut yang harusnya menghibur, tapi malah menakutkan buat anak-anak), dan ending cerita.
Berdasarkan ilmu yang sudah saya dapatkan waktu ikutan workshop menulis cerita pendek di Surabaya beberapa minggu sebelumnya (bersama Asma Nadia), saya bertekad untuk mempraktekkan ilmu menulis cerpen. Dan ternyata , alhamdulillah, cerpen pertama saya yang berjudul "Balada Badut Ngamen" dimuat di koran lokal Radar Bromo (Jawa Pos Group) di bulan Mei 2010. Soal imbalan honor tidak terlalu penting, yang sangat menggembirakan hati adalah saya bisa memberikan sebuah pemikiran dan hikmah untuk pembaca. Ada kepuasan batin di sana. 
Dan sampai sekarang pun, kalau ada ide yang berseliweran, langsung tangkap saja. Dimuat atau tidak di media cetak, tetap menulis sampai kapan pun ! 
Yuk, semangat terus ibu-ibu hebat !





       

IIDB, IIDN, ECA, Mozaikers, Malang Menulis, dan Lintas Komunitas dalam Peduli Korban Kelud

 
14 Februari 2014, pada saat banyak remaja merayakan hari Valentin, pada malam itu pula Gunung Kelud yang terletak di Kediri, Jawa Timur meletus. Kejadian itu mengingkankan saya untuk berbagi dengan orang lain. Buat apa merayakan valentin yang jelas gak ada untungnya. Bukankah lebih baik disumbangkan ke para korban letusan Gunung Kelud.

IIDB Jatim

IIDN